Bapanas Beberkan Tantangan Indonesia Capai Target Swasembada Pangan | IVoox Indonesia

June 24, 2025

Bapanas Beberkan Tantangan Indonesia Capai Target Swasembada Pangan

Petani memasukkan gabah ke dalam karung usai panen di Kota Bengkulu
Petani memasukkan gabah ke dalam karung usai panen di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (5/6/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/bar

IVOOX.id – Kepala Biro Perencanaan, Kerja Sama, dan Humas Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Budi Waryanto menyampaikan sejumlah tantangan Indonesia dalam mencapai swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Menurut Budi pembangunan sektor pangan Indonesia ke depan masih menghadapi berbagai tantangan. Namun, pemerintah tetap optimis bahwa visi swasembada pangan yang dicanangkan dapat terwujud dengan dukungan dan langkah nyata dari seluruh pihak.

Budi mengatakan pihaknya telah memetakan berbagai tantangan pangan serta peluang yang bisa dioptimalkan.

"Dalam Asta Cita, Badan Pangan Nasional mendukung swasembada pangan bagi kemandirian pangan. Kemudian ada ekosistem ekonomi sirkular. Ada indikator yang kami ampu yakni koefisien variasi yang artinya harga pangan di Papua sesuai atau mendekati HET/HAP. Ini memang tantangan yang harus kita kerjakan," ujar Budi dalam siaran pers dikutip Minggu (22/6/2025).

Budi mengatakan bahwa tantangan utama saat ini adalah perubahan iklim. Hal itu kata dia lantaran memberikan pengaruh pada masa tanam petani, terlebih kata dia kondisi geografis di Indonesia yang berbeda-beda di setiap daerah.

“Misalnya sekarang ini musim kemarau tapi masih ada hujan. Tentu menjadi variabel pengaruh untuk masa tanam petani kita. Apalagi kondisi geografis di Indonesia yang berbeda-beda di daerah, jadi tanamnya pun berbeda pula,” katanya.

Menurut Budi NFA juga terus fokus pada pengendalian inflasi pangan yang dikenal fluktuatif. Volatilitas inflasi jenis ini kata dia tentu berbeda dengan inflasi administrated price seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditentukan langsung oleh pemerintah. Pengendalian inflasi pangan menjadi fokus NFA yang dikerjakan secara kolaboratif. Selain itu, Budi juga menyoroti tantangan dalam pemanfaatan teknologi pascapanen.

“Misalnya terhadap komoditas pangan yang cepat rusak, kerap kali dibuang saja kalau sudah lewat masanya. Ternyata dengan teknologi yang mampu membekukan minus 40 sampai 50, lalu dihampakan, itu bisa tahan sampai 6 bulan dan kandungan gizinya hanya turun 5 persen,” katanya.

Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah persoalan food loss and waste/sisa dan susut pangan. “Ini sedang kami kejar adalah bagaimana regulasi, apakah itu dalam bentuk Perpres atau UU, bisa menjadi dasar upaya pengurangan sisa dan susut pangan,” ujarnya.

Kendati begitu, NFA terus mendorong gerakan penyelamatan pangan dan kerja sama dengan komunitas yang peduli terhadap redistribusi pangan berlebih. Menurut laporan OECD-FAO Agricultural Outlook 2024-2033, melalui upaya mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan hingga separuhnya dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4 persen dan menyelamatkan 153 juta orang dari kekurangan gizi.

0 comments

    Leave a Reply